15 April 2012

Hanya sebuah koin

seorang
lelaki
keluar
dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi
rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganyasandang dan pangan.
Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan,
yakni mendapatkan pekerjaan.
Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba- tiba kakinya terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.”Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,”
gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.
“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali,
si kolektor menghargai koin itu senilai Rp. 30000. Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini.
Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang
diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga Rp. 30000, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu. Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah Rp. 100000 kepada lelaki itu. Terlihat ragu-ragu di
mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya
dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan Rp. 200000. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi Rp. 250000.
Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.
Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai Rp. 250000. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.
Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati
suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan ? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.
Bila Kita sadar kita tak pernah
memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan? Janganlah kita menyesali telah kehilangan sesuatu yang tidak pernah kita miliki.
Hanya Tuhan lah pemilik alam semesta beserta isinya


http://www.antikha.tk/2012/04/hanya-sebuah-koin/

Kisah sebatang bambu

Sebatang bambu yang indah tumbuh di halaman rumah seorang petani.
  Batang bambu ini tumbuh tinggi menjulang di antara batang-batang bamboo lainnya. Suatu hari datanglah sang petani yang empunya pohon bambu itu. Dia berkata kepada batang bambu, ” Wahai bambu, maukah engkau kupakai untuk menjadi pipa saluran air, yang sangat berguna untuk mengairi sawahku ?” Batang bambu menjawabnya, “Oh tentu aku mau bila dapat berguna bagi engkau, Tuan. Tapi ceritakan apa yang akan kau lakuka nuntuk membuatku menjadi pipa saluran air itu. ” Sang petani menjawab, Pertama, aku akan menebangmu untuk memisahkan engkau dari rumpunmu yang indah itu. Lalu aku akan membuang cabang- cabangmu yang dapat melukai orang yang memegangmu.
 Setelah itu aku akan membelah-belah engkau sesuai dengan keperluanku. Terakhir aku akan membuang sekat-sekat yang ada di dalam batangmu, supaya air dapat mengalir dengan lancar.
 Apabila aku sudah selesai dengan pekerjaanku, engkau akan menjadi pipa yang akan mengalirkan air untuk mengairi sawahku sehingga padi yang kutanam dapat tumbuh dengan subur. ” Mendengar hal ini, batang bambu lama terdiam ….., kemudian dia berkata kepada petani, “Tuan, tentu aku akan merasa sangat sakit ketika engkau menebangku. Juga pasti akan sakit ketika engkau membuang cabang-cabangku, bahkan lebih sakit lagi ketika engkau membelah-belah batangku yang indah ini, dan pasti tak tertahankan ketika engkau mengorek-ngorek bagian dalam tubuhku untuk membuang sekat-sekat penghalang itu. Apakah aku akan kuat melalui semua proses itu, Tuan ?” Petani menjawab batang bambu itu, ” Wahai bambu, engkau pasti kuat melalui semua itu, karena aku memilihmu justru karena engkau yang paling kuat dari semua batang pada rumpun ini. Jadi tenanglah. ” Akhirnya batang bambu itu menyerah, “Baiklah, Tuan. Aku ingin sekali berguna bagimu. Ini aku, tebanglah aku, perbuatlah sesuai dengan yang kau kehendaki. ” Setelah petani selesai dengan pekerjaannya, batang bambu indah yang dulu hanya menjadi penghias halaman rumah petani, kini telah berubah menjadi pipa saluran air yang mengairi sawahnya sehingga padi dapat tumbuh dengan subur dan berbuah banyak.
 Pernahkah kita berpikir bahwa dengan masalah yang datang silih berganti tak habis-habisnya, mungkin Allah sedang memproses kita untuk
menjadi indah di hadapan- Nya? Sama seperti batang bambu itu, kita sedang ditempa, Allah sedang membuat kita sempurna untuk di pakai menjadi penyalur berkat. Dia sedang membuang kesombongan dan segala sifat kita yang tak berkenan bagi-Nya. Tapi jangan kuatir, kita pasti kuat karena Allah tak akan memberikan beban yang tak mampu kita pikul. Jadi maukah kita berserah pada kehendak Allah, membiarkan Dia bebas berkarya di dalam diri kita untuk menjadikan kita alat yang berguna bagi-Nya?
Seperti batang bambu itu, mari kita berkata, ” Ini aku ya Allah, perbuatlah sesuai dengan yang Kau kehendaki.


http://banypurnama.blogspot.com/2012/04/kisah-sebatang-bambu.html